Sabtu, 21 September 2013

Gaya komunikasi Presiden-Presiden Indonesia ( Soeharto dan SBY )

Prof. DR. Tjipta Lesmana, M.A

Setiap pemerintahan memiliki komunikasi politiknya sendiri.



    • PRESIDEN SOEHARTO


    Pemimpin Orde Baru (Orba) ini, Soeharto memegang jabatan presiden paling lama yaitu selama 32 tahun. 

    Gaya Soeharto lebih kalem dan terkesan merakyat, dengan senyum khas orang Jawa Tengah, maka Soeharto dikenal dengan julukan the smiling general .Soeharto Sosok presiden yang misterius, emosional, penuh senyum, dan selalu berbicara dengan konteks yang tinggi atau susah dimengerti. dalam setiap tutur katanya, kerap menggunakan bahasa “bersayap”. 

    Bicara tak banyak, sering tersenyum dan manggut-manggut. Kalimat-kalimat yang dia ucapkan sering sulit dimaknai dengan jelas. Bahkan mungkin hanya dia sendiri yang mengerti makna di balik kata-kata itu. Hal semacam ini merupakan karakteristik komunikasi politik yang dimilikinya.

    Orang yang tidak begitu dekat dengan beliau, tidak akan mengerti bagaimana ketika Soeharto marah atau tidak, good-mood atau bad-mood. Tak terkecuali hanya pembantu-pembantu dekatnya lah yang mengerti dan mengetahui. Haus kekuasaan adalah watak beliau disamping juga otoriter. Pers dibungkam, antipati terhadap kritik, dan sangat marah ketika ada satu orang pun yang terlihat ingin menumbangkan pemerintahannya.  Ketika marah, wajah ekspresi lah yang tidak bisa disembunyikan beliau. Apalagi ditambah dengan sifat "kejawen"nya. Sifat pendendam juga ada pada diri beliau. 

    Dalam sejarah negara kita,  Awal pemerintahannya, Soeharto disambut seperti pahlawan, sampai tahun 80-an kondisi ekonomi bangsa Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, dikarenakan booming harga minyak bumi dipasaran dunia dan Indonesia adalah negara pengekspor minyak yang cukup besar.

    Gaya kepemimpinan Soeharto lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi dengan konsep Pembangunan Lima Tahun. Dalam bidang politik, Soeharto suka tertib, aman dan terkendali, artinya semua elemen kekuatan bangsa harus tertib dan sejalan dengan kebijakan Soeharto. Semua organisasi harus berazas tunggal agar aman dan bisa dikendalikan. Tidak boleh ada yang berbeda. Tahun 1998 Soeharto mundur dari jabatan presiden karena desakan seluruh rakyat Indonesia.

    Gaya komunikasi presiden Soeharto sangat kental dengan kultur jawa: banyak kepura-puraan (impression management), tidak to the point dan sangat santun. Komunikasi Soeharto penuh simbol, tertib, satu arah, singkat dan tidak bertele-tele. Bicara sedikit tapi tiap katanya berbobot dan penuh non-verbal communication. Orangnya tertutup, konsistensi cukup tinggi dan konteks komunikasi pada umumnya konteks tinggi atau high contect. Maka wajar jika hanya orang-orang yang sudah lama berinteraksi dengannya yang dapat memahami pola komunikasinya.


    • PRESIDEN SBY


    SBY Presiden Indonesia yang pertama kali terpilih secara langsung oleh rakyat. Dengan legitimasi yang cukup kuat langsung dari rakyat ternyata tidak membuat kepemimpinan SBY berjalan dengan bagus, para pengkritiknya mengatakan SBY orang yang tidak tegas, lamban dan peragu dalam mengambil keputusan, akibatnya pemerintah lambat dalam menangani banyak hal, terutama kasus-kasus yang menjadi perhatian publik.

    Tjipta Lesmana menjelaskan gaya komunikasi politik SBY sebagai berikut. Ia sangat hati-hati dalam segala hal. Jadi terkesan bimbang dan ragu-ragu. Konteks bahasa cenderung tinggi, berputar-putar. Walaupun SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan verbal yang sempurna, kata dan kalimat diucapkan dengan jelas dan intonasinya mantap tapi buruk dalam konsistensi, plintat-plintut dan membingungkan publik. Rasa humor kurang, dan emosi cukup tinggi, bahkan bisa lepas kendali. Dimanapun, SBY memperlihatkan wajah yang serius; nyaris tidak pernah tertawa, maksimal tersenyum.

    SBY  tergolong  dalam  komunikator  yang  bersifat  lower  high  context. SBY  gemar  melukiskan  suatu  masalah  dengan  beranalogi. Dengan  demikian, SBY  tidak  bisa  menyampaikan  pesan  komunikasinya  secara  langsung. Ia  membiarkan  publik  menebak  sendiri  apa  yang  terkandung  dalam  pesannya.


    KONTEKS TINGGI DAN KONTEKS RENDAH ( HIGH CONTEXT & LOW CONTEXT )



    • Konteks tinggi itu, biasanya, komunikasi yang penuh dengan bahasa “bersayap” atau yang tidak jelas maknanya.

    Pak Harto itu, jelas sekali, menggunakan komunikasi konteks tinggi. Dia lebih banyak tersenyum dan manggut-manggut. bicara singkat. Maknanya dalam tapi tidak jelas. Yang tahu persis hanya dia. cara  berkomunikasi   Soeharto  lebih  banyak  mendengar  dan  mesam-mesem. Dalam  berkata-kata, Soeharto  sering  menggunakan  bahasa  yang  impression  management  atau  penuh  dengan  teka-teki, multi  tafsir, namun  sangat  santun. Dalam  kondisi  marah  pun, ia  tetap  menggunakan  bahasa  penuh  teka-teki  itu  juga.

    contoh : ketika  ada  menteri  yang  membacakan  laporan  di  ruang  kerja, presiden  mempersilakan  meminum  minuman  yang  tersedia. Menteri  pun  merasa  bingung  karena  tidak  ada  minuman  yang  tersaji  untuknya. Padahal, makna  dari  ucapan  tersebut  adalah  memerintah  menteri  untuk  segera  pamit.

    • konteks rendah itu, Kita tak usah capai lagi menginterpretasinya. Karena maknanya sudah jelas. Misalnya, jika si A tidak suka dengan si B maka dia akan bilang, secara langsung, bahwa dia tidak suka padanya. Demikian sebaliknya jika suka.


    Contohnya, kini kerap ditemui dalam setiap demonstrasi, pembakaran boneka SBY atau JK. Ini merupakan konteks rendah sekali. Bukan berarti bahwa Orba itu paling baik. Karena di sisi lain Orba juga ada kelemahan.  SBY  bertindak  sebaliknya. SBY  sering  balas  mengkritik  pihak  yang  berani  mengkritiknya, termasuk  mengkritik  kebijakan  pemerintah. Namun, SBY  tergolong  cukup  hati-hati  dalam  bertutur. Tiap  kata  yang  keluar  dari  bibirnya  selalu  diartikulasikan  secara  cermat.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar